BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Kesehatan dan lingkungan yang baik dan sehat merupakan hak
asasi manusia dan merupakan bagian dari kesejahteraan. Lingkungan baik fisik,
biologi dan sosial memiliki pengaruh yang besar terhadap derajat kesehatan
(welbeing). Menempatkan kesehatan dan lingkungan yang baik dan sehat sebagai
hak, maka kesehatan lingkungan memiliki arti penting dan strategis untuk
mewujudkan hak dan meningkatkan kualitas hidup manusia. Perspektif kesejarahan
kehidupan manusia tidak terlepas dari kondisi lingkungan. Alam dan lingkungan
manusia cukup memberikan kehidupan yang sehat dan lingkungan memiliki dampak
besar tehadap derajat kesehatan (welbeing), dalam kenyataan didapatkan sanitasi
lingkungan masih buruk. Sebagian besar manusia saat ini sudah tidak peduli lagi
dengan sesama dan lingkungannya karena merasa berkelimpahan. Setelah sejarah
panjang inovasi teknologi dan eksploitasi sumber daya alam, manusia lalu
mengalami kritis keterbatasan. Disisi lain, kekuatan yang dimiliki manusia
sebenarnya justru merusak, bahkan membunuh manusia sendiri lewat kerusakan
ekologik. Pada situasi seperti ini, manusia pada dasarnya sudah mulai
kehilangan orientasi dan harapan hidup.
Risiko berupa pudarnya orientasi dan harapan hidup yang
mungkin telah dicanangkan, dipersiapkan dan diusahakan selama proses
kehidupannya melalui penciptaan bentuk-bentuk peradaban yang digunakan untuk
memanfaatkan dan mengolah sumber daya alam guna keberlangsungan hidup spesies
manusia itu sendiri. Manusia lantas terlena dengan potensi dan kekuatannya
sendiri dalam merengkuh kenikmatan fasilitas yang diberikan alam dan melupakan
satu sisi dalam dirinya sendiri yang sesungguhnya merupakan kelemahan dan
sekaligus menjadi kekuatannya, yaitu sikap mental.
Atas dasar itu dalam pendidikan lingkungan setiap persoalan
selalu dibahas dalam kaitannya dengan pembangunan dalam meningkatkan kualitas
hidup (manusia) secara keseluruhan. Pendidikan etika lingkungan, terutama yang
menekankan pada paham ekosentrisme, sangat penting untuk dilakukan dan dan
diberikan pada generasi muda. Mengingat merekalah yang kelak akan meneruskan
mengelolah alam semesta ini.
1.2.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa
saja teori dalam etika lingkungan?
2.
Bagaimana
dasar-dasar etika untuk mewujudkan kesadaran lingkungan?
3.
Bagaimana
prinsip-prinsip yang relevan untuk lingkungan hidup?
4.
Bagaimana
penerapkan etika lingkungan/ membiasakan diri melakukan aturan etika
lingkungan?
1.3. TUJUAN
1.
Mengetahui
teori-teori yang berkaitan dalam etika lingkungan
2.
Menjelaskan
dasar-dasar etika dan kesadaran lingkungan
3.
Mengetahui
penerapan etika lingkungan
4.
Mengetahui
cara-cara/ respon yang digunakan untuk mengefektifkan penerapan etika lingkungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Teoti-teori
Etika Lingkungan Hidup
Sikap dan perilaku seseorang
terhadap sesuatu sangat ditentukan oleh bagaimana pandangan seseorang terhadap
sesuatu itu. Manusia memilki pandangan tertentu terhadap alam, dimana pandangan
itu telah menjadi landasan bagi tindakan dan perilaku manusia terhadap alam.
Pandangan tersebut dibagidalam tiga teori utama, yang dikenal sebagai Shallow Environmental
Ethics, Intermediate Environmental Ethics, and Deep Environmental Ethics.
Ketigateori ini dikenal juga sebagai Antroposentrisme, Biosentrisme, dan
Ekosentrisme.
a.
Antroposentrisme
Dinamakan berdasar kata antropos =
manusia, adalah suatu pandanganyang menempatkan manusia sebagai pusat dari
sistem alam semesta. Karena pusat pemikiran adalah manusia, maka kebijakan
terhadap alam harus diarahkan untuk mengabdi pada kepentingan manusia. Alam
dilihat hanya sebagai objek, alat dansarana bagi pemenuhan kebutuhan manusia.
Dengan demikian alam dilihat tidak memiliki nilai dalam dirinya sendiri. Alam
dipandang dan diperlakukan hanyasebagai alat bagi pencapaian tujuan manusia.
Namun, dalam sikapnya yang dianggap semena-mena terhadap alam, pandangan ini
juga peduli terhadap alam. Manusia membutuhkan lingkunganhidup yang baik, maka
demi kepentingan hidupnya, manusia memiliki kewajibanmemeliharan dan
melestarikan alamlingkungannya. Kalaupun manusia bersifat peduli terhadap alam,
hal itu dilakukan semata-mata demi menjamin kebutuhandan kepentingan hidup
manusia, dan bukan atas pertimbangan bahwa alammempunyi nilai pada dirinya
sendiri. Teori ini jelas bersifat egoistis, karena hanya mengutamakan
kepentingan manusia. Itulah sebabnya teori ini dianggap sebagaisebuah etika
lingkungan yang dangkal dan sempit (Shallow EnvironmentalEthics).
b.
Biosentrisme
Adalah suatu pandangan yang
menempatkan alam sebagai yangmempunyai nilai dalam dirinya sendiri, lepas dari
kepentingan manusia. Dengandemikian, biosentrisme menolak teori antroposentrisme
yang menyatakan bahwahanya manusialah yang mempunyai nilai dalam dirinya
sendiri. Teori biosentrisme berpandangan bahwa makhluk hidup bukan hanya
manusia saja.Pandangam biosentrisme mendasarkan kehidupan sebagai pusat
perhatian.Maka, kehidupan setiap makhluk dibumi ini patut dihargai, sehingga
harusdilindungi dan diselamatkan. Biosentrisme melihat alam dan seluruh
isinyamemilki harkat dan nilai dalam dirinya sendiri. Alam memiliki nilai
justru karenaada kehidupan yang terkandung didalamnya. Manusia hanya dilihat
sebagai salahsatu bagian saja dari seluruh kehidupan yang ada dimuka bumi, dan
bukanlahmerupakan pusat dari seluruh alam semesta. Maka secara biologis,
manusia tidak ada bedanya dengan makhluk hidup lainnya.
c.
Ekosentrisme
Pandangan ini didasarkan pada
pemahaman bahwa secara ekologis, baik makhluk hidup maupun benda-benda abiotik
saling terkait satu sama lain. Air disungai, yang termasuk abiotik, sangat
menentukan bagi kehidupan yang adadidalamnya. Udara, walaupun tidak termasuk
makhluk hidup, namun sangatmenentukan bagi kelangsungan seluruh makhluk hidup.
Jadi, ekosentrisme selainsejalan dengan biosentrisme (dimana kedua-duanya
sama-sama menentang teoriantroposentrisme) juga mencakup komunitas yang lebih
luas, yakni komunitasekologis seluruhnya.
Ekosentrisme disebut juga Deep
Environtmental Ethics. Deep ecolog menganut prinsip biospheric egolitarian-ism,
yaitu pengakuan bahwa seluruhorganisme dan makhluk hidup adalah anggota yang
sama statusnya dari suatukeseluruhan yang terkait. Sehingga mempunyai suatu
martabat yang sama. Inimenyangkut suatu pengakuan bahwa hak untuk hidup dan
berkembang untuk semua makhluk (baik hayati maupun non-hayati) adalah sebuah
hak universal yang tidak bisa diabaikan.
2.1.1. Etika
Keutamaan dan Etika Kewajiban
Dalam mencari dan memahami etika
lingkungan hidup perlu diperhatikan dua macam etika, yaitu etika keutamaan dan
etika kewajiban. Manakah dari keduanya yang lebih baik atau lebih “etis”
dijadikan sebagai pola etika lingkungan hidup?
1).
Etika
Keutamaan
Etika keutamaan tidak berhubungan
dengan benar atau salahnya tindakan manusia menurut prinsip-prinsip moral
tertentu, melainkan dengan baik dan buruknya perilaku atau watak manusia (B.
Williams, 1985:1). Etika ini bertujuan mengarahkan manusia kepada pengenalan akan
tujuan hidupnya sendiri. Maksudnya, tujuan hidup akan dicapai melalui keutamaan
berupa keluhuran watak dan kualitas budi pekerti yang dipraktekkan dalam
kehidupan sehari-hari. Fokus perhatian utama etika keutamaan ini adalah watak
dan mutu pribadi setiap manusia, dan bukan pada apakah orang sudah melaksanakan
semua kewajiban yang ditentukan baginya. Penganjur etika ini adalah
Aristoteles. Menurutnya keutamaan arete-lah yang menjadi keunggulan atau
keberhasilan dalam menjalankan fungsi khas sesuatu.
Berdasarkan etika itu, maka dalam
konteks lingkungan hidup, manusia mempunyai keutamaan, bila ia mampu
memelihara, mengelola dan melestarikan lingkungan hidupnya dengan baik. Sarana
pencegahan pencemaran atau pengelolaan limbah dikatakan mempunyai arete, jika dapat
bekerja dengan semestinya dalam mencegah atau menanggulangi pencemaran (rupanya
di sini tidak hanya manusia yang butuh etika, melainkan juga sarana atau
alat?), bahkan juga norma hukum lingkungan dikatakan mempunyai keutamaan, jika
dapat berfungsi dengan baik dalam penegakkannya. Jadi baik atau buruknya
lingkungan hidup kita tergantung pada mutu manusia atau kualitas pribadi yang
unggul. Yang terutama paling ditekankan oleh Aristoteles itu adalah manusia
bukan sekedar alat atau bahkan ajaran moral. Bagaimana ini semua dapat dicapai,
menurut Aristoteles orang harus mewujudkan kemungkinan-kemungkinan manusia yang
positif, termasuk membuat sarana menjadi berfungsi secara baik.
Etika keutamaan tersebut juga
menuntut dimensi yang lain. Selain praksis keutamaan dengan mewujudkan yang
paling baik bagi lingkungan hidup, juga dibutuhkan rasionalitas manusia dan
dimensi spritual. Yang dimaksud adalah bahwa orang perlu menjamin fungsi
manusiawi pengelolaan lingkungan hidup menurut kehendak-Nya, sebab Dialah Pencipta
yang memelihara, bukan perusak (Pierre Leroy, 1966: 13-14).
2).
Etika
Kewajiban
Etika ini disebut etika peraturan
atau etika normatif (K. Bertens, 2000: 17), yaitu etika yang mengacu kepada
kewajiban moral yang mengikat manusia secara mutlak. Baik buruknya perilaku
atau benar dan salahnya tindakan secara moral diukur (dinilai) dari sesuai
tidaknya dengan prinsip moral yang wajib dipatuhi tanpa syarat. Fokus perhatian
etika ini diletakkan pada ajaran atau prinsip-prinsip moral tindakan (J.
Sudarminta, Basis, 1991:163). Maka, etika ini berhubungan dengan pertanyaan:
“apa yang harus atau wajib dilakukan, yang boleh dan tidak boleh dilakukan”.
Karena itu pengetahuan atau pengenalan akan ajaran-ajaran moral penting untuk
etika ini. Sifatnya lalu menjadi praktis, dapat diharapkan bagi suatu perilaku
atau untuk persoalan-persoalan konkret (etika terapan/ applied ethics). Sekedar
contoh untuk bidang lingkungan hidup: “jangan mencemari sungai, laut, dll”;
buanglah sampah pada tempatnya; peliharalah lingkungan hidup; tidak boleh
membuang limbah melebihi ketentuan BML,” dan seterusnya.
Menurut Imanuel Kant, tokoh utama
etika ini, tindakan seseorang adalah baik menurut ajaran moral, bukan karena
tindakan itu dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, melainkan demi memenuhi
kewajiban semata-mata tanpa maksud yang lain. Namun yang sulit adalah usaha
untuk mengetahui motivasi apa yang mendorong orang melakukan kewajibannya itu.
Boleh jadi, orang melakukannya supaya mendapat hadiah atau sekedar takut akan
hukuman, bukan karena ia punya keunggulan perilaku untuk itu, oleh Kohlberg
disebut prakonvensional (Bertens: 2000: 81).
2.1.2. Unsur
Etika atau Moral Lingkungan
Beberapa unsur etika atau moral lingkungan yang perlu
dipertimbangkan (H. Rhiti: 1996:11-18) adalah sebagai berikut:
a.
Pertama,
etika lingkungan hidup sebaiknya etika keutamaan atau kewajiban? Etika
keutamaan itu perlu karena yang kita butuhkan adalah manusia-manusia yang punya
keunggulan perilaku. Sementara itu etika kewajiban, dalam arti pelaksanaan
kewajiban moral, tidak bisa diabaikan begitu saja. Idealnya ialah, bahwa
pelaksanaan keutamaan manusia Indonesia, bukan hanya demi kewajiban
semata-mata, apalagi sesuai kewajiban. Rumusan-rumusan moral itu di satu pihak
memang penting, namun di lain pihak yang lebih penting lagi ialah bahwa orang
mengikutinya karena keunggulan perilaku.
b. Kedua,
bila etika lingkungan hidup adalah etika normatif plus etika terapan, maka ada
faktor lain yang mesti ikut dipertimbangkan, yaitu sikap awal orang terhadap
lingkungan hidup, informasi, termasuk kerja sama multidisipliner dan
norma-norma moral lingkungan hidup yang sudah diterima masyaraakat (ingat akan
berbagai) kearifan lingkungan hidup dalam masyarakat kita, yang dapat dikatakan
sebagai “moral lingkungan hidup” (Bertens, 2000:295-300). Dari sini pula muncul
pertanyaan apakah perlu disusun semacam kode etik pengelolaan lingkungan hidup?
c.
Ketiga,
etika lingkungan hidup tidak bertujuan menciptakan apa yang disebut sebagai
eco-fascism (fasis lingkungan, pinjam istilah Ton Dietz, 1996). Artinya, dengan
dan atas nama etika seolah-olah lingkungan hidup adalah demi lingkungan hidup
itu sendiri. Dengan risiko apapun lingkungan hidup perlu dilindungi. Dari segi
etika yang bertujuan melindungi lingkungan dari semua malapetaka bikinan
manusia, hal itu tentu saja baik. Namun buruk secara etis, bila akibatnya
membuat manusia tidak dapat menggunakan lingkungan hidup itu lagi karena serba
dilarang. Etika lingkungan tidak hanya mengijinkan suatu perbuatan yang secara
moral baik, melainkan juga melarang setiap akibat buruknya terhadap manusia.
d. Keempat,
ciri-ciri etika lingkungan hidup yang perlu diperhatikan adalah sikap dasar
menguasai secara berpartisipasi, menggunakan sambil memlihara, belajar
menghormati lingkungan hidup dan kehidupan, kebebasan dan tanggung jawab
berdasarkan hati nurani yang bersih, baik untuk generasi sekarang maupun bagi
generasi yang akan datang. Yang juga penting adalah soal oreintasi dalam
pembangunan, yakni tidak hanya bersifat homosentri, yang sering tidak
memperhitungkan ecological externalities, melainkan juga ekosentris.
Pembangunan tidak hanya mementingkan manusia, melainkan kesatuan antara manusia
dengan keseluruhan ekosistem atau kosmos.
Nilai-nilai etika lingkungan sangat mudah dipahami oleh
segenap lapisan masyarakat, melalui penerapan konsep lingkungan hidup melalui
pendidikan formal yang terintegrasi dengan mata pelajaran lain misalnya PPKN,
Pendidikan Agama, Pendidikan Biologi, Pendidikan Geografi serta mata pelajaran
lainnya yang relevan. Kementerian Pendidikan Nasional melalui Biro Perencanaan
ke Luar Negeri merupakan institusi pemerintah yang sangat apresiasi dalam
menjaga kualitas lingkungan hidup, melalui peningkatan sumber daya manusia. Hal
ini dilakukan agar tercipta intelektual-intelektual muda yang lebih bermartabat,
bersaing dan berdaya guna dalam menyongsong era globalisasi transformasi,
menuju Indonesia yang lebih baik, adil dan makmur.
2.1.3. Undang-Undang
Tentang Etika Lingkungan Hidup
Undang-undang
tentang lingkungan hidup terdapat pada
“UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.”
Pada bab X
dibahas tentang hak, kewajiban, dan larangan tentang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Bagian pertama membahas tentang hak,kemudian
bagian kedua membahas tentang kewajiban
yaitu:
Pasal 67
Setiap
orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta
mengendalikan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Pasal 68
Setiap
orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban:
a. Memberikan informasi yang terkait
dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup secara benar, akurat,
terbuka, dan tepat waktu
b. Menjaga keberlanjutan fungsi
lingkungan hidup
c. Menaati ketentuan tentang baku mutu
lingkungan hidup dan/atau kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup.
Bagian
ketiga menjelaskan tentang larangan
yaitu:
Pasal 69
Setiap orang dilarang:
a. Melakukan perbuatan yang
mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.
b. Memasukkan B3 yang dilarang menurut
peraturan perundang-undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
c. Memasukkan limbah yang berasal dari
luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ke media lingkungan hidup Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
d. Memasukkan limbah B3 ke dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
e. Membuang limbah ke media lingkungan
hidup.
f. Membuang B3 dan limbah B3 ke media
lingkungan hidup.
g. Melepaskan produk rekayasa genetic
ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
atau izin lingkungan.
h. Melakukan pembukaan lahan dengan
cara membakar.
i.
Menyusun
amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun amdal.
j. Memberikan
informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau
memberikan keterangan yang tidak benar.
Pada bab
XII dibahas tentang pengawasan dan sanksi administratif. Pada bagian pertama
dibahas tentang pengawasannya. Kemudian pada bagian kedua dibahas tentang sanksi administratif yaitu:
Pasal
76
a. Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin
lingkungan.
b. Sanksi administratif terdiri atas:
1). Teguran tertulis
2). Paksaan pemerintah
3). Pembekuan izin lingkungan
4). pencabutan izin lingkungan
Pasal
77
Menteri dapat menerapkan sanksi
administrative terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika
Pemerintah menganggap pemerintah daerah secara sengaja tidak menerapkan sanksi
administratif terhadap pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal
78
Sanksi administratif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 tidak membebaskan penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan dari tanggung jawab pemulihan dan pidana.
Pasal
79
Pengenaan sanksi administratif
berupa pembekuan atau pencabutan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76 ayat (2) huruf c dan huruf d dilakukan apabila penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan tidak melaksanakan paksaan pemerintah.
Pasal
80
1.
Paksaan
pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf b berupa:
a.
penghentian
sementara kegiatan produksi
b.
pemindahan
sarana produksi
c.
penutupan
saluran pembuangan air limbah atau emisi
d.
pembongkaran
e.
penyitaan
terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran
f.
penghentian
sementara seluruh kegiatan
g. tindakan
lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan
fungsi lingkungan hidup.
2. Pengenaan
paksaan pemerintah dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran apabila pelanggaran
yang dilakukan menimbulkan:
a.
ancaman
yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup
b. dampak
yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/
atau perusakannya
c. kerugian
yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan pencemaran
dan/atau perusakannya.
Pasal
81
Setiap penanggung jawab usaha dan/
atau kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dapat dikenai denda
atas setiap keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan pemerintah.
Pasal
82
1. Menteri, gubernur, atau bupati/
walikota berwenang untuk memaksa penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk
melakukan pemulihan lingkungan hidup pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup yang dilakukannya.
2. Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota berwenang atau dapat menunjuk pihak ketiga untuk melakukan
pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
hidup yang dilakukannya atas beban biaya penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan.
Pasal
83
Ketentuan lebih lanjut mengenai
sanksi administratif diatur dalam Peraturan Pemerintah.
2.2.
Dasar
Etika Dalam Mewujudkan Kesadaran Masyarakat
Empat tingkat kesadaran lingkungan
mengiodentifikasi bahwa awalnya pemikiran etika lingkungan itu muncul karena
adanya krisis lingkungan yang sebab utamanya adalah gaya hidup manusia dan
perkembangan peradabannya. Pola hidup konsumtif, tanmpa memperhitungkan
bagaimana ketersediaan/ daya dukung lingkungan serta didukung
pengangkatan-pengangkatan teknologi membuahkan perilaku eksploitasi. Namun,
sering berjalannya waktu, manusia mulai menghadapi masalah persaingan
mendapatkan sumber daya alam yang ironisnya justru semakin berkurang dan
tingkat daya dukungnya pun mulai menurun. Masalah ini lah yang memaksa manusia
untuk melihat kembali bagaimana kedudukan, fungsi dan interaksinya dengan alam
semesta yang melahirkan gagasan kesadaran dan etika lingkungan.
Dasar-dasar pemikiran/ pendekatan etika lingkungan, yaitu:
Dasar-dasar pemikiran/ pendekatan etika lingkungan, yaitu:
1). Dasar
pendekatan ekologis, mengenalkan suatu pemahaman adanya keterkaitan yang luas
atas kehidupan yang luas atas kehidupan dimana tindakan manusia pada masa lalu,
sekarang, dan yang kan datang, akan memberi dampak yang tak dapat di
perkirakan. Kita tidak bisa melakukan hanya satu hal atas alam, kita tidak juga
bisa sepenuhnya memahami bagaimana alam bekerja, pun kita tidak akan pernah
bisa mengelak bahwa apa yang kita lakukan pasti memberi dampak pada organisme
lain, sekarang atau akan datang.
2).
Dasar
pendekatan humanisme, setara dengan pendekatan ekologis, dasar pendekatan ini
menekankan pada pentingnya tanggung jawab kita untuk hak dan kesejahteraan
manusia lain atas sumber daya alam.
3). Dasar
pendekatan teologis, merupak dasar dari keduan pendekatan sebelumnya, bersumber
pada agama yang nilai-nilai luhur dan mulia ajarannya menunjukkan bagaiman alam
sebenarnya diciptakan dan bagaimana kedudukan dan fungsi manusia serta
interaksi yang selayaknya terjalin antara alam dan manusia
4). kesadaran-kesadaran
lingkungan selayaknya ada bagi kepentingan keberlanjutan bumi dan sumber daya
alam, yaitu:
·
Manusia
bukanlah sumber utama dari segala nilai
·
Keberadaan
alam dan segala sumber dayanya bukanlah untuk manusia semata, tetapi untuk
seluruh spesies organisme yang ada didalamnya.
· Tujuan
kehidupan manusia dibumi bukan hanya memproduksidan mengonsumsi, tetapi
sekaligus mengkonservasi dan memperbarui sumber daya alam.
·
Meningkatkan
kualitas hidup, sebagaiman dasar ketiga diatas, harus pula menjadi tujuan
kehidupan.
·
Sumber
daya alam itu sangat terbatas dan harus dihargai sertadiperbaharui.
· Hubungan
antara manusia dengan alam sebaiknya kesetaraan antara manusia dan alam, sebuah
hubungan dengan organisme hidup dalam kerja sama ekologik.
·
Kita
harus memelihara stabilitas ekologik dengan mempertahankan dan meningkatkan keanekaragaman
biologis dan budaya.
· Fungsi
utama negara adalah mencanangkan dan pengawasan pemberdayaan sumber daya alam,
melindungi individu dan kelompok masyarakat dari eksploitasi dan perusakan
lingkungan.
·
Manusia
hendaknya saling berbagi dan mengasihi, tidak individualis dan mendominasi.
·
Setiap
manusia di pelanet bumi adalah unik dan memilii hak berbagai atas sumber daya
alam.
·
Tidak
satu pun individu manusia, pihak industri atau negara berhak untuk meningkatkan
haknya atau sumber daya alam.
2.3.
Prinsip-prinsip
yang relevan untuk lingkungan hidup
Etika lingkungan hidup yang menuntut
manusia untuk berinteraksidalam alam semesta.
Dengan ini bisa dikemukakan bahwa krisis lingkungan global yang
kitaalami saat ini sebenarnya bersumber pada kesalahan pemahaman atau cara
pandang manusia mengenai dirinya, alam, dan tempat manusia dalam keseluruhan ekosistem.
Manusia keliru memandang dan keliru menempatkan diri dalamkonteks alam semesta
seluruhnya. Dan inilah awal dari semua bencana lingkunganhidup yang kita alami
sekarang. Oleh karena itu, pembenahan harus pulamenyangkut pembenahan cara
pandang dan perilaku manusia dalam berinteraksi baik dengan alam maupun dengan
manusia lain dalam keseluruhan ekosistem.
Kesalahan cara pandang ini bersumber
dari etika antroposentrisme, yangmemandang bahwa manusia sebagai pusat alam
semesta, dan hanya manusia yangmempunya nilai, sementara alam dan segala isinya
sekedar alat bagi pemuasankebutuhan dan kepentingan hidup manusia. Manusia
dianggap berada diluar,diatas dan terpisah dari alam. Bahkan, manusia dipahami
sebagai penguasa atasalam yang boleh melakukan apa saja. Cara pandang seperti
ini melahirkan sikapdan perilaku eksploitatif tanpa kepedulian sama sekali
terhadap alam dan segalaisinya yang dianggap tidak mempunyai nilai pada diri
sendiri.Oleh karena itu, dapat disampaikan beberapa prinsip yang relevan untuk
lingkungan hidup. Prinsip-prinsip ini yang dilatar belakangi oleh krisis
ekologiyang bersumber pada cara pandang dan perilaku manusia.
1).
Prinsip
sikap hormat terhadap alam (Respect for Nature)
Dari ketiga teori lingkungan hidup,
ketiganya sama-sama mengakui bahwa alam perlu dihormati. Hormat terhadap alam
merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam
semesta seluruhnya. Dengan kata lain,alam mempunyai hak untuk dihormati, tidak
saja karena kehidupan manusia bergantung pada alam, tetapi terutama karena
kenyataan bahwa manusiaadalah satu kesatuan dari alam.
2).
Prinsip
Tanggung Jawab (Moral Responsibility for Nature)
Setiap bagian dan benda dialam
semesta ini diciptakan oleh Tuhan dengan tujuannya masing-masing, terlepas dari
apakah tujuan itu untuk kepentinganmanusia atau tidak.Oleh karena itu, manusia
sebagai bagian dari alam semesta bertanggung jawab pula untuk menjaganya.
Prinsip ini menuntut manusiauntuk mengambil usaha, kebijakan dan tindakan
bersama secara nyata untuk menjaga alam semesta dengan segala isinya. Itu
berarti kelestarian dankerusakan alam semesta merupakan tanggung jawab bersama
seluruh umatmanusia. Wujud konkretnya, semua orang harus bisa bekerja sama,
bahu-membahu untuk menjaga dan melestarikan alam, dan mencegah sertamemulihkan
kerusakan alam dan segala isinya. Hal ini juga akan terwujud dalam bentuk
mengingatkan, melarang dan menghukum siapa saja yang secarasengaja ataupun
tidak sengaja merusak dan membahayakan keberadaan alam.
3).
Solidaritas
Kosmis (Cosmic Solidarity)
Terkait dengan kedua prinsip
tersebut yakni prinsip solidaritas. Prinsip ini terbentuk dari kenyataan bahwa
manusia adalah bagian dari alam semesta.Oleh karena itu, manusia mempunyai
kedudukan yang sejajar dengan alam,maka akan membangkitkan perasaan solider,
perasaan sepenanggungandengan alam dan dengan sesama makhluk hidup lain.
Manusia lalu bisamerasakan apa yang dirasakan oleh makhluk hidup lain. Manusia
bisamerasakan sedih dan sakit ketika berhadapan dengan kenyataan memilukan
betapa rusak dan punahnya makhluk hidup tertentu. Ia ikut merasa apa
yangterjadi dalam alam, karena ia merasa satu dengan alam.Prinsip ini lalu
mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan dansemua kehidupan yang ada di
alam semesta. Prinsip ini juga mencegah manusia untuk tidak merusak dan
mencemari alam dan seluruh kehidupandidalamnya, sama seperti manusia tidak akan
merusak kehidupannya sertamerusak rumah tangganya sendiri.Prinsip ini berfungsi
sebagai pengendali moral, yakni untuk mengontrol perilaku manusia dalam
batas-batas keseimbangan kehidupan. Prinsip ini jugamendorong manusia untuk
mengambil kebijakan yang pro-alam, pro-lingkungan, atau menentang setiap
tindakan yang merusak alam. Khususnyamendorong manusia untuk mengutuk dan
menentak pengrusakan alam dankehidupan didalamnya. Hal ini semata-mata karena
mereka merasa sakit sama seperti yang dialami oleh alam yang rusak.
4).
Prinsip
Kasih Sayang dan Kepedulain terhadap Alam (Caring for Nature)
Prinsip ini juga muncul dari kenyataan bahwa sesama anggota
komunitasekologis mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti,
dandirawat. Prinsip kasih sayang dan kepedulian adalah prinsip
tanpamengharapkan balasan yang tidak didasarkan atas kepentingan pribadi tetapi
semata-mata karena kepentingan alam. Semakin mencintai dan peduli kepadaalam,
manusia semakin berkembang menjadi manusia yang matang, sebagai pribadi yang
identitasnya kuat. Manusia semakin tumbuh berkembang bersama alam, dengan segala
watak dan kepribadian yang tenang, damai, penuh kasih sayang, luas wawasannya
seluas alam.
5).
Prinsip³
No Harm´
Berdasarkan keempat prinsip moral tersebut, prinsip moral
lainnya yangrelevan adalah prinsip no harm. Artinya, karena manusia memiliki
kewajibanmoral dan tanggung jawab terhadap alam, paling tidak manusia tidak
akanmau merugikan alam secara tidak perlu. Dengan mendasarkan diri pada
biosentrisme dan ekosentrisme, manusia berkewajiban moral untuk melindungi
kehidupan dialam semesta ini.Sebagaimana juga dikatakan oleh Peter Singer,
manusia diperkenankanuntuk memanfaatkan segala isi alam semesta, termasuk
binatang dantumbuhan, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal itu dilakukan
dengan bijaksana untuk tetap menghargai hak binatang dan tumbuhan untuk hidup
danhanya dilakukan sejauh memenuhi kebutuhan hidup manusia yang palingvital.
Jadi, pemenuhan kebutuhan hidup manusia yang bersifat kemewahandan di luar
batas-batas yang wajar ditentang karena dianggap merugikankepentingan makhluk
hidup lain (binatang dan tumbuhan).Dengan kata lain, kewajiban dan tanggung
jawab moral bisa dinyatakandalam bentuk maksimal dengan melakukan tindakan
merawat (care),melindungi, menjaga dan melestarikan alam. Sebaliknya, kewajiban
dantanggung jawab moral yang sama bisa mengambil bentuk minimal dengantidak
melakukan tindakan yang merugikan alam semesta dan segala isinya :tidak
menyakiti binatang, tidak meyebabkan musnahnya spesies tertentu, tidak
menyebebkan keanekaragaman hayati di hutan terbakar, tidak membuanglimbah seenaknya,
dan sebagainya.
6).
Prinsip
Hidup Sederhana dan Selaras Dengan Alam
Yang dimaksudkan dengan prinsip moral hidup sederhana dan
selarasdengan alam adalah kualitas, cara hidup yang baik. Yang ditekankan
adalahtidak rakus dan tamak dalam mengumpulkan harta dan memiliki sebanyak-
banyaknya.Prinsip ini penting, karena krisis ekologis sejauh ini terjadi karena
pandangan antroposentrisme yang hanya melihat alam sebagai objek eksploitasi
dan pemuas kepentingan hidup manusia. Selain itu, pola dan gayahidup manusia
modern konsumtif, tamak dan rakus. Tentu saja tidak berarti bahwa manusia tidak
boleh memanfaatkan alam untuk kepentingannya. Kalaumanusia memahami dirinya
sebagai bagian integral dari alam, ia harusmemanfaatkan alam itu secara
secukupnya. Ini berarti, pola konsumtif dan produksi manusia modern harus
dibatasi. Harus ada titik batas yang bisaditolerir oleh alam.
7).
Prinsip
keadilan
Prinsip keadilan sangat berbeda
dengan prinsip-prinsip sebelumnya, Prinsip keadilan lebih ditekankan pada
bagaimana manusia harus berperilaku adil terhadap yang lain dalam keterkaitan
dengan alam semesta juga tentang sistem social yang harus diatur agar berdampak
positif bagi kelestarian lingkungan hidup. Prinsip keadilan terutama berbicara
tentang peluang dan akses yang sama bagi semua anggota masyarakat dalam ikut
menentukan kebijakan pengelolaan sumbar daya alam, dan dalam ikut menikmati
pemanfaatannya.
8).
Prinsip
demokrasi
Demokrasi justru memberi tempat
seluas-luasnya bagi perbedaan, keanekaragaman dan pluralitas. Oleh karena itu
setiap orang yang peduli dengan lingkungan adalah orang yang demokratis, sebaliknya
orang yang demokratis sangat mungkin bahwa dia seorang pemperhati lingkungan.
Pemperhati lingkungan dapat berupa multikulturalisme, diverivikasi pola tanam,
diversivikasi pola makan, dan sebagainya.
9).
Prinsip
integrasi moral
Prinsip ini terutama ditujukan untuk
pejabat, misalnya orang yang diberi kepercayaan untuk melakukan analissi
mengenai dampak lingkungan merupakan orang-orang yang memiliki dedikasi moral
yang tinggi karena diharapkan dapat
menggunakan akses kepercayaan yang diberikan dalam melaksanakan tugasnya dan
tidak merugikan ingkungan hidup fisik dan non fisik atau manusia.
Kesembilan prinsip etika lingkungan hidup tersebut
diharapkan dapat menjadi lingkungan hidup.
2.4.
Penerapan
Etika Lingkungan Hidup
Sikap ramah terhadap lingkungan hidup
harus bisa menjadi sesatu kebiasaan yangdilakukan oleh setiap manusia dalam
menjalankan kehidupan baik dalam lingkungankeluarga, sekolah, dan lingkungan
masyarakat.
Beberapa hal yang dapat dilakukan
dalam membudayakan sikap tersebut antara lain, dengan :
A.
Lingkungan
Keluarga
Lingkungan keluarga adalah salah
satu tempat yang sangat efektif menanam kan nilai-nilai etika lingkungan.
Hal
itu dapat dilakukan dengan :
1. Menanam
pohon dan memelihara bunga di pekarangan rumah. Setiap orangtua memberi
tanggung jawab kepada anak-anak secara rutin untukmerawatnya dengan menyiram
dan memberi pupuk.
2. Membiasakan
diri membuang sampah pada tempatnya. Secara bergantian,setiap anggota keluarga
mempunyai kebiasaan untuk menjaga kebersihandan merasa malu jika membuang sapah
sembarang tempat.
3. Memberikan
tanggung jawab kepada anggota keluarga untuk menyapurumah dan pekarangan rumah
secara rutin.
B.
lingkungan
Sekolah
Kesadaran mengenai etika lingkungan hidup dapat dilakukan di
lingkungan sekolah dengan memberikan pelajaran mengenai lingkungan hidup dan
etika lingkungan, melalui kegiatan ekstrakulikuler sebagi wujud kegiatan yang
konkret dengan mengarahkan pada pembentukan sikap yang berwawasan lingkungan
seperti:
·
Pembahasan
atau diskusi mengenai isu lingkungan hidup
·
Pengelolaan
sampah
·
Penanaman
Pohon
· Penyuluhan
kepada siswa
·
Kegiatan
piket, dan jumsih (jumat bersih)
C. Lingkungan
Masyarakat
Pada lingkungan masyarakat, kebiasaan yang berdasarkan pada
etika lingkungan dapat ditetapkan melalui :
1.
Membuangan
sampah secara berkala ke tempat pembuangan sampah
2.
Kesiadaan
untuk memisahkan antara sampah organic dan sampah nonorganic
3.
Melakukan
kegiatan gotong-royong atau kerja bakti secara berkala dilingkungan tempat
tinggal
4.
Menggunakan
kembali dan mendaur ulang bahan-bahan yang masih diperbaharui
2.5.
Perilaku Manusia terhadap Lingkungan
Hidup
Perilaku manusia terhadap lingkungan
hidup telah dapat dilihat secara nyata sejak manusia belum berperadaban, awal
adanya peradaban,dan sampai sekarang pada saat peradaban itu menjadi modern dan
semakin canggih setelah didukung oleh ilmu dan teknologi.Ironisnya perilaku
manusia terhadap lingkungan hidup tidak semakin arif tetapi
sebaliknya.Kekeringan dan kelaparan berawal dari pertumbuhan penduduk yang
tinggi,penggundulan hutan,erosi tanah yang meluas,dan kurangnya dukungan
terhadap bidang pertanian,bencana longsor,banjir,terjadi berbagai ledakan bom,
adalah beberapa contoh kelalaian manusia terhadap lingkungan. Sebenarnya
kemajuan ilmu dan teknologi diciptakan manusia untuk membantu memecahkan masalah
tetapi sebaliknya malapetaka menjadi semakin banyak dan kompleks, oleh karena
itu dianjurkan untuk dapat berperilaku menjadi ilmuwan dan alamiah melalui amal
yang ilmiah. Sekecil apapun perilaku manusia terhadap lingkungan hidupnya harus
segera diperbuat untuk bumi yang lebih baik, bumi adalah warisan nenek moyang
yang harus dijaga dan diwariskan terhadap anak cucu kita sebagai generasi
penerus pembangunan yang berwawasan lingkungan berkelanjutan. Lingkungan hidup
terbagi menjadi tiga yaitu lingkungan alam fisik (tanah, air, udara) dan
biologis (tumbuhan - hewan), Lingkungan buatan (sarana prasarana), dan
lingkungan manusia (hubungan sesama manusia). Perilaku manusia terhadap
lingkungan yang tepat antara lain tidak merusak tanah, tidak menggunakan air secara
berlebih, tidak membuang sampah sembarangan. Dalam rangka usaha manusia untuk
menjaga lingkungan hidup, telah banyak bermunculan perilaku nyata berupa
gerakan-gerakan peduli lingkungan hidup baik bersifat individu, kelompok,
swasta maupun pemerintah. Tapi yang terpenting dari itu semua adalah bentuk
konkrit yang harus dilakukan oleh semua pihak dalam berinteraksi dengan
lingkungan hidup.
BAB III
PENUTUP
3.1.
KESIMPULAN
1.
Teori-teori
etika Lingkungan Hidup meliputi antroposentrisme, biosentrisme dan ekosentrisme
2. Dasar
etika Dalam Mewujudkan Kesadaran Masyarakat meliputi Dasar pendekatan ekologis,
dasar pendekatan humanism dan dasar pendekatan teologis
3. Prinsip-prinsip
yang relevan dalam lingkungan hidup yaitu Prinsip sikap hormat terhadap alam
(Respect for Nature), Prinsip Tanggung Jawab (Moral Responsibility for
Nature), Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity), Prinsip Kasih Sayang dan
Kepedulain terhadap Alam (Caring for Nature), Prinsip³ No Harm´, Prinsip Hidup
Sederhana dan Selaras Dengan Alam, Prinsip Keadilan, Prinsip Demograsi, Prinsip
Integrasi Moral.
4. Penerapan
etika lingkungan hidup bisa meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
dan lingkungan masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Budihardjo
Ir, Eko, Prof. M.S.C, Kota dan Lingkungan, United Nation, University
Pers Jakarta, LP3ES, 2003.
Dr.
A.L. Slamet Ryadi. Skm, Ecology Ilmu
Lingkungan Dasar-Dasar dan Pengertiannya, Usaha Nasional Surabaya 1981.
Dr.
Azrul Azwar.M.P.H, Pengantar ilmu
kesehatan ligkungan, Mutiara Sumber Widya, 1986.
No comments:
Post a Comment